Top dan Unik
Kantor Wahyu Utama Telepon. Email bumipeternakanwahyuutama@gmail.com .
HANYA MELAYANI MELALUI EMAIL
Selamat Datang
Jika kamu mau update berita selanjutnya ,kamu bisa berlangganan gratis blog ini silakan klik link
Bumi Peternakan !

Cari Artikel

19 Juni 2012

Penyebab Diare Pada Ternak Sapi

Penyebab Diare Pada Sapi

Rotavirus dan Coronavirus adalah nama dari 2 jenis virus penyebab diare pada sapi potong berusia dewasa. Ketika pedet berada di dekat sapi dewasa yang telah terserang virus ini, mereka akan memiliki resiko tertular yang sangat tinggi. Pedet yang terinfeksi juga akan menjadi lebih rentan terhadap serangan infeksi bakteri lainnya.
Di dalam tubuh sapi potong, virus ini  akan segera menyerang lapisan sel usus kecil dan menggunakan material yang ada didalamnya untuk berkembang biak. Akibatnya pencernaan sapi potong akan terganggu. Pada saat jumlah virus menjadi sangat besar, sel ini tidak akan mampu menampung dan akhirnya pecah. Virus-virus baru akan menyebar dan menyerang sel-sel yang lain yang berada didekatnya.
Umumnya, pedet yang terserang virus ini akan menampakkan gejala pada 10 -14 hari (khususnya 10 hari pertama) setelah kelahirannya,  seperti :  mencret  parah, depresi, dehidrasi,sering mengejan dan sering mengeluarkan air liur (saliva).
Jika 24 jam setelah dilahirkan pedet langsung mengalami diare hebat , mengeluarkan air liur secara terus menerus, tidak mau makan dan kotorannya berwarna kuning hingga hijau, kemungkinan besar penyebabnya adalah Rotavirus. Jika ada komplikasi infeksi akibat bakteri lain seperti E.Coli, tingkat kematiannya akan cukup tinggi bahkan hingga mencapai hampir 50%. Penggunaan antibiotik pada kasus ini tidak efektif terhadap virus, tapi cukup membantu untuk melawan infeksi bakterinya.
Namun jika mencret terjadi 5 hari atau lebih setelah kelahiran pedet, penyebabnya adalah Coronavirus.Virus jenis ini dapat juga menulari pedet yang telah berusia 6 minggu atau lebih. Tingkat depresi yang diakibatkan oleh Coronavirus tidak setinggi Rotavirus. Pada awalnya, pedet akan mengalami diare, depresi (walaupun tidak separah seperti Rotavirus) dan mengeluarkan kotoran berwarna kuning sampai hijau. Setelah beberapa jam, kotoran  dapat mengandung lendir bening yang menyerupai putih telur. Diare dapat terus berlangsung selama beberapa hari. Tingkat kematian akibat coronavirus berkisar antara 1 sampai 25 persen.
Kedua virus ini sulit didiagnosis dengan pengamatan biasa, kecuali melalui pemeriksaan laboratorium. Jika melihat permukaan usus, tanda luka akibat infeksi tidak terlalu jelas. Namun biasanya usus akan penuh oleh kotoran (feces) cair. Apabila telihat pun itu diakibatkan oleh infeksi bakteri lainnya.
Untuk mencegah pedet tertular virus ini, pada induk sapi harus dilakukan vaksinasi yang  dilakukan beberapa kali. Vaksin pertama diberikan pada 6 – 12 minggu sebelum kelahiran, dan yang kedua sedekat mungkin dengan waktu kelahiran. Kemudian pada tahun selanjutnya, si induk diberikan booster vaksin sebelum melahirkan. Apabila periode melahirkan terlambat lebih dari 6 – 8 minggu, induk yang belum melahirkan di akhir minggu ke-enam diberikan booster vaksin kedua.
Saat ini Vaksinasi yang spesifik untuk rotavirus  dan coronavirus sudah tersedia. Dapat diberikan dengan dua cara, oral segera setelah pedet dilahirkan, atau vaksinasi terhadap induk sapi hamil. Dengan mengikuti prosedur ini, dapat dipastikan bahwa pedet yang dilahirkan mendapat antibodi rotavirus  dan coronavirus yang tinggi dalam kolostrum.
Clostridium perfringens adalah salah satu bakteri yang menyebabkan diare pada sapi potong. Bakteri ini terdiri dari 3 tipe yaitu  B, C dan D. Ketiga-tiganya memiliki daya  bertahan hidup di tanah cukup lama.
Bakteri Clostridium perfringens hampir selalu ada pada usus sapi dewasa. Pada kondisi normal dan jumlah tertentu, bakteri ini tidak berbahaya.  Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan bakteri ini berkembang pesat dan karenanya menyebabkan infeksi. Contohnya adalah perubahan program pemberian pakan secara mendadak atau sapi potong terlalu banyak mengkonsumsi pakan.
Akibatnya pergerakan usus menjadi lebih lambat, produksi gula darah dan protein berlebihan, dan konsentrasi oksigen berkurang. Kondisi ini memicu pertumbuhan bakteri Clostridium. Belum lagi kondisi kandang yang selalu basah dan lembah semakin mempercepat pertumbuhannya.  Dalam jumlah besar, Clostridium akan menyerang usus dan menyebabkan infeksi  akut (enterotoxemia). Efeknya adalah keluarnya kotoran berupa cairan (mencret).
Walaupun infeksi Clostridial umumnya diderita sapi potong dewasa, ada beberapa kasus ditemukan juga pada anak sapi.  Pada pedet  yang terinfeksi akan menunjukkan gejala-gejala seperti :  gelisah. ketegangan dan tendangan pada bagian perut. Pada usia pedet sekitar 10-14 hari, seringkali ditemukan gejala kematian tanpa ada tanda-tanda sebelumnya.
Infeksi Clostridial kini dapat dikendalikan dengan cara memvaksinasi induk sapi dengan  Clostridium perfringens toxoid pada 60 sampai 30 hari sebelum melahirkan. Selanjutnya satu dosis booster harus diberikan setiap tahun sebelum melahirkan. Apabila terdapat gejala infeksi pada pedet yang dilahirkan dari induk yang belum di imunisasi, antitoxin dapat langsung diberikan pada pedet.
Protozoa adalah salah satu penyebab diare pada sapi potong. Jenis protozoa yang banyak ditemukan di peternakan sapi (khususnya di Di Amerika Serikat) adalah Coccidia, Cryptosporidia dan Giardia. Giardia baru ditemukan beberapa tahun yang lalu namun telah banyak kasus yang disebabkan oleh organisme ini, terutama pada pedet yang baru berusia 3-5 minggu.
Siklus hidup dari masing-masin protozoa ini berbeda. Untuk jenis Coccidia, memiliki siklus hidup 21 hari, oleh sebab itu tidak pernah menginfeksi  pedet yang usia dibawah itu (18 – 19 hari). Sedangkan jenis Cryptosporidia biasanya ditemukan pada pedet usia 7 – 21 hari, dan umumnya  menginfeksi bersama-sama dengan  rotavirus, coronavirus dan E. coli.
Namun, telur (oocyst) dari protozoa ini memiliki kelebihan dapat hidup dalam kondisi dormant (suri) di tanah dan kotoran ternak selama satu tahun. Infeksi pada tubuh sapi potong terjadi karena pada saat protozoa ini tertelan dan masuk kedalam usus, telur ini akan menetas dan berkembang biak dengan cara menempel dan masuk kedalam jaringan sel pada usus. Akibatnya percernaan dan penyerapan makanan akan terganggu.
Gejalanya tidak begitu jelas, tetapi sapi potong yang terinfeksi biasanya akan berkurang nafsu makannya, sehingga pertumbuhannya terhambat. Jika tingkat infeksi sudah parah, akan timbul diare (terkadang disertai darah), depresi, dehidrasi dan kehilangan berat badan secara perlahan.

(Dicontek dari Manglayang.blogspot.com)