1. KING GRASS (RUMPUT RAJA)
Rumput raja adalah jenis rumput baru yang belum banyak dikenal, yang merupakan hasil persilangan antara pennisetum purpereum (rumput gajah) dengan pennisetum tydoides, rumput ini mudah ditanam, dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi, menyukai tanah subur dan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Produksi rumput ini jauh lebih tinggi dibandingkan rumput lainnya.
Penanaman rumput gajah dapat dilakukan dengan stek maupun sobekan rumput stek terlebih dahulu dipotong-potong sepanjang 25-30 cm atau paling sedikit terdiri dari dua mata. Sedangkan bila menggunakan sobekan rumpun anak dipilih rumpun muda yang tingginya 20-25 cm. Kebutuhan bibit per hektar dengan jarak tanam 1 x 1 m adalah sebanyak 10.000 stek atau rumpun. Waktu tanam yang baik adalah pada awal sampai pertengahan musim hujan, sehingga pada musim kemarau nanti akan tanaman sudah dalam dan cukup kuat.
Pada penanaman dengan stek harus diperhatikan. Mata tunas jangan sampai terbalik karena akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Stek dapat langsung ditancapkan setengahnya ke dalam tanah dengan tegak lurus atau miring serta jarak tanam 1 x 1 m. Untuk penanaman dengan sobekan rumpun, terlebih dahulu dibuat lobang sedalam 20 cm. Pada tanah miring tanah tidak perlu diolah, cukup dibuat lubang-lubang menurut kontur tanahnya sedemikian rupa sehingga sekaligus dapat berfungsi ganda sebagai penahan erosi. Jarak tanam dalam baris untuk tanah miring dianjurkan 50 cm dan jarak antar baris adalah 1 meter. Pemupukan pertama dilakukan pada waktu pengolahan (perataan) tanah yaitu dengan menggunakan 10 ton pupuk kandang/ha, 50 kg kcl dan 50 kg sp36/ha.
Pemupukan selanjutnya dilakukan setelah tiga kali pemotongan dengan dosis yang sama. Tanaman rumput raja memerlukan pemeliharaan yang teratur untuk memperoleh hasil yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Untuk itu perlu dilakukan penyiangan terhadap gulma agar tidak terjadi persaingan. Pada waktu penyiangan perlu diadakan penggemburan tanah dan pembumbunan disekitar rumpun tanaman.
Pemotongan pertama dapat dilakukan pada umur tanaman 2-3 bulan sebagai potong paksa, ini bertujuan untuk menyamakan pertumbuhan dan merangsang pertumbuhan jumlah anakan. Pemotongan berikutnya dilakukan sekali setiap 6 minggu, kecuali pada waktu musim kemarau waktu potong sebaiknya diperpanjang. Tinggi pemotongan 10-15 cm dari permukaan tanah. Kebutuhan ternak sapi akan hujauan segar menurut perkiraan aksar yaitu 10% dari berat badan per hari per ekor. Apabila berat seekor sapi perah 600 kg, maka kebutuhan hijauan per hari adalah 60 kg, jadi kebutuhan akan hijauan per tahun 365 x 80 kg = 21,9 ton.
2. TANAMAN LAMTORO (Leucaena leucocephala)
Lamtoro (Leucaena leucocephala) termasuk jenis pohon legum yang bersifat perennial dengan perakaranyang dalam. Dapat tumbuh denganbaik pada daerah kering Pertumbuhannya relatif cepat, tahan terhadap pemangkasan yang ber-ulang-ulang.
Manfaat Lamtoro Daun, ranting muda, bunga, buah, bahkan bijinya merupakan bahan baku pakan ternak yang bermutu tinggi. Tanaman ini juga sering digunakan sebagai tanaman pelindung, pagar hidup dan kayunya sangat baik serta potensial sebagai sumber kayu bangunan.
Tanda dan sifat lamtoro berdaun dan berbiji banyak, berbiji polong, bunga bulat, tumbuh tinggi, cepat dipanen dan menyuburkan tanah.
Pemotongan/pemanenan pada tahun pertama dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan. Panen berikutnya 2-3 bulan sekali. Banyaknya daun lamtoro yang dihasilkan tergantung pada umur tanaman, kesuburan tanah, dan iklim Panen biji diperoleh setelah tananman berumur satutahun. Pemangkasan daun jangan sampai lebih rendah dari satu meterdi atas permukaan tanah. Daun dan bijinya lamtoro dapat diberikan pada ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, domba dan kambing baik secara segar maupun dikeringkan.
Dapat diberikan sebagai pakan tunggal atau dicampur dengan rumput-rumputan. Penggunaan daun lamtoro untuk menggantikan hijauan sebaiknya tidak melebihi dari 50 % kebutuhan hijauan pakan.
3. TANAMAN CALLIANDRA (Calliandra Calothyrsus)
Marga Calliandra termasuk suku Leguminosae, anak-suku Mimosoideae dan kelompok Ingae. Calliandra merupakan marga yang besar, Calliandra calothyrsus adalah pohon kecil bercabang yang tumbuh mencapai tinggi maksimum 12 m dan diameter batang maksimum 20 cm. Kulit batangnya berwarna merah atau abu-abu yang tertutup oleh lentisel kecil, pucat berbentuk oval. Ke arah pucuk batang cenderung bergerigi, dan pada pohon yang batangnya coklat-kemerahan, ujung batangnya bisa berulas merah. Di bawah batang, sistem akarnya terdiri dari beberapa akar tunjang dengan akar yang lebih halus yang jumlahnya sangat banyak dan memanjang sampai ke luar permukaan tanah.
Jika di dalam tanah terdapat rhizobia dan mikoriza, akan terbentuk asosiasi antara jamur dengan bintil-bintil akar. Dalam populasi jenis tertentu pertumbuhan akar tumbuh menyerupai akar penghisap sehingga tanaman membentuk rumpun yang sebenarnya merupakan satu tanaman tunggal saja. Jenis ini memiliki daun-daun yang lunak yang terbagi menjadi daun-daun kecil. Panjang daun utama dapat mencapai 20 cm dan lebarnya mencapai 15 cm dan pada malam hari daun-daun ini melipat ke arah batang. Tangkai daun bergerigi dengan semacam tulang di bagian permukaan atasnya, tetapi tidak memiliki kelenjar-kelenjar pada tulang sekundernya.
Di sebaran alaminya, tanaman ini berbunga sepanjang tahun, tetapi masa puncak pembungaannya terjadi antara bulan Juli dan Maret. Di Indonesia, musim berbunga jenis ini sangat bervariasi antara daerah satu dengan daerah lainnya, bergantung pada jumlah curah hujan dan persebarannya, dan puncaknya berlangsung antara bulan Januari dan April. Tandan bunga berkembang dalam posisi terpusat. Bunganya bergerombol di sekitar ujung batang. Bunga menjadi matang dari pangkal ke ujung selama beberapa bulan. Bunga ini mekar selama satu malam saja dengan benang-benang mencolok yang umumnya berwarna putih di pangkalnya dan merah di ujungnya. Sehari kemudian benang-benang ini akan layu dan bunga yang tidak mengalami pembuahan akan gugur.
Polong terbentuk selama dua sampai empat bulan dan ketika sudah masak, panjangnya dapat mencapai 14 cm dan lebarnya 2 cm. Polong berbentuk lurus dan berwarna agak coklat, dan berisi 8-12 bakal biji yang akan berkembang menjadi biji oval yang pipih. Permukaan biji yang sudah matang berbintik hitam dan coklat, dan terdapat tanda yang khas berbentuk ladam kuda pada kedua permukannya yang rata. Biji yang masak panjangnya dapat mencapai 8 mm dan keras ketika ditekan dengan kuku. Di tempat persebaran alaminya, puncak musim biji terjadi antara bulan November dan April. Di Indonesia, C. calothyrsus menghasilkan biji dari bulan Juli sampai November. Dengan keringnya polong, maka pinggirannya yang tebal mengeras sehingga polong merekah mendadak dari ujungnya. Bijinya keluar dengan gerakan berputar dan bisa terpental sejauh 10 m. Kecambah tumbuh dengan kedua keping biji muncul di atas permukaan tanah. Daun pertama hanya memiliki satu sumbu yang menjadi tempat tumbuh helai daun, tetapi daun berikutnya terbagi menjadi sumbu-sumbu sekunder.
Calliandra calothyrsus dapat beradaptasi pada berbagai lingkungan. Meskipun demikian, bila menanam jenis ini, penting untuk menggunakan sumber benih yang telah diketahui dapat tumbuh baik di lingkungan yang meyerupai lokasi penanaman. Selain itu, bahan pertanaman harus memberikan jasa atau produk yang diinginkan seperti pengendali erosi tanah, pohon peneduh, kayu bakar, dan hijauan ternak, atau untuk produksi benih. Pengenalan sumber benih yang baik untuk suatu lokasi penanaman, akan selalu menghasilkan peningkatan daya tahan, pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
4. TANAMAN GAMAL ( Gliricidia Maculate )
Gamal merupakan adalah jenis tanaman yang sangat mudah untuk dikembang biakan. Jika ingin menanam gamal, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Yang pertama adalah memilih lahan yang cocok untuk tanaman ini. Gamal memang merupakan salah satu tanaman yang multi guna. Khusus sebagai pakan ternak hewan ruminansia terutama sapi, Gamal adalah kombinasi dan partner yang baik bagi rumput gajah (Pennisetum purpureum). Penanaman dapat dilakukan secara berselang seling baris dengan rumput Gajah dengan metoda alley cropping atau ditanam memanjang sebagai pagar hidup. Dengan cara ini manfaat yang diperoleh dapat berlipat ganda. Selain pupuk hijau, penahan angin juga sebagai bank protein bagi ternak ruminansia. Keunggulan lain dari gamal adalah kemampuan adaptasi yang sangat luas terhadap berbagai kondisi tanah dan klimat, mudah ditanam, dan mampu memproduksi biomasa yang cukup besar, selaras dengan kandungan nutrisi dan protein yang sangat tinggi.
Sedangkan kandungan racun dan zat anti nutrisi terutama bagi ternak monogastrik, walaupun perlu diwaspadai, merupakan kendala kecil bagi pemanfaatan gamal dibandingkan dengan manfaat yang bisa diperoleh. Apalagi dengan penanganan yang tepat (pelayuan/wilting) dan manajemen pakan yang baik, masalah ini dapat di minimalisir. Pun demikian kami tidak menyarankan untuk memberikan gamal pada ternak selain ruminansia.
Gamal juga merupakan tanaman yang tidak rewel dan relatif aman dari serangan hama. Ada literatur yang menyebutkan OPT berupa kutu kecil, aphid dan beberapa jenis serangga namun kerusakan yang ditimbulkannya tidak signifikan dan secara umum dapat diabaikan. Pemberian daun gamal (gliricidia) segar pada ternak ruminansia. dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, penampilan, reproduksi dan produksi. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman leguminosa pohon tropis yang multi fungsi baik sebagai kayu bakar, tanaman pagar, pakan ternak dan pencegah erosi.
Sebagai pakan ternak ruminansia hijauan, gamal memiliki nilai gizi yang cukup baik yaitu 22,1% bahan kering, 23,5% protein dan 4200 Kcal/kg energi. Untuk mengurangi kadar kumarin yang menyebabkan aroma daun gamal tidak sedap, kadar kumarinnya bisa diturunkan melalui perlakuan pengeringan dengan sinar matahari antara 30-90 menit. Semakin lama waktu penjemuran, semakin banyak kumarin yang hilang. Proses pelayuan pada suhu kamar selama 24 jam dapat menghilangkan kadar kumarin sampai 77%. Pemberian ransum daun gamal secara kontinyu hingga 100% dan 100-200 g g/ekor/hari konsentrat berpengaruh positif pada domba ekor gemuk yang ditunjukkan dengan meningkatnya bobot badan, kinerja reproduksi dan produksi pada perkawinan kedua.
Walaupun sangat bermanfaat bagi ternak, tingkat racun dalam Gamal juga sudah dikenal sejak lama. Di Amerika Tengah, daun dan kulit kayu yang ditumbuk dicampur dengan rebusan biji jagung digunakan sebagai racun tikus dan racun binatang pengerat (rodenticidal). Di beberapa daerah pesisir Jawa Barat juga ditemukan penggunaan kulit batang dan biji Gamal sebagai campuran bahan pembuat racun ikan. Sekurangnya ada beberapa jenis komponen racun dalam Gamal.
Zat racun yang pertama adalah dicoumerol, suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan dapat mengganggu serta menggumpalkan darah. Dicoumerol diperkirakan merupakan hasil konversi dari coumarin yang disebabkan oleh bakteri ketika terjadi fermentasi. Meskipun coumarin tidak beracun, ketika berubah menjadi senyawa dicoumerol dapat berbahaya bagi pengonsumsinya, terutama pada ternak monogastrik seperti kelinci dan unggas. Fakta lapangan menunjukkan tidak banyak ternak ruminansia yang keracunan dicoumerol yang disebabkan oleh daun Gamal. Senyawa racun yang kedua adalah HCN (Hydro Cyanic Acid), sering disebut juga Prussic Acid, Asam Prusik atau Asam Sianida. Meskipun kandungan HCN dalam Gamal tergolong rendah, 4mg/kg, dibanding umbi singkong/ketela pohon yang dapat mencapai 50-100mg/kg namun hal ini perlu juga diwaspadai. Zat lain yang perlu diperhatikan adalah Nitrat (NO3). Sebetulnya nitrat itu sendiri tidak beracun terhadap ternak, tapi pada jumlah yang banyak dapat menyebabkan penyakit yang disebut keracunan nitrat (nitrate poisoning). Nitrate yang secara alamiah terdapat pada tanaman di rubah menjadi nitrit oleh proses pencernaan, pada gilirannya nitrit dikonversi menjadi amonia.
Amonia kemudian di konversi lagi menjadi protein oleh bakteri dalam rumen. Apabila ternak sapi mengkonsumsi banyak hijauan yang mengandung nitrat dalam jumlah besar, nitrit akan terakumulasi di dalam rumen. Nitrit sekurangnya 10 kali lebih beracun terhadap ternak sapi dibandingkan nitrat. Nitrit diserap kedalam sel darah merah dan bersaru dengan molekul pengangkut oksigen, hemoglobin sehingga membentuk methemoglobin. Sayangnya, methemoglobin tidak dapat membawa oksigen dengan efisien seperti hemoglobin, akibatnya detak jantung dan pernafasan ternak meningkat, darah dan lapisan kulit berubah warna menjadi biru kecoklat coklatan, otot gemetar, sempoyongan dan bila tidak segera ditangani dapat mati lemas. Selain itu, dalam Gamal juga terdapat molekul alkaloid yang belum dapat diidentifikasi dan senyawa pengikat protein yang juga tergolong zat anti nutrisi, tannin walaupun dalam konsentrasi yang cukup rendah dibandingkan Kaliandra (Calliandra calothrysus). Pun demikian, kasus-kasus keracunan pada pemakanan yang teratur sangat terbatas.
Bukti bukti diatas memang menunjukkan bahwa Gliricidia dapat menyebabkan keracunan pada ternak non-ruminansia, tapi fakta lapangan yang mendukung hal tersebut sangat sedikit. Bahkan menurut Lowry (1990), masalah utama dari Gliricidia bukan pada tingkat racunnya, tetapi pada tingkat kesukaan (palatability). Seperti telah dikemukakan diatas, ternak cenderung menolak daun Gamal baru dengan mengendusnya saja, belum dicicipi. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa masalahnya berasal dari suatu senyawa yang menghasilkan aroma yang menguap dan keluar dari permukaan daun dan tidak disukai ternak. Hal ini didukung oleh fakta lapangan yang kami temui.
Meskipun Gamal dapat diperbanyak dengan biji, tapi kami lebih sering menggunakan setek batang dalam usaha mengembangbiakan Gamal. Alasan pertama adalah, sulitnya mencari dan mengumpulkan biji Gamal. Di berbagai tempat yang kami temui, jarang pohon Gamal yang dapat tumbuh sampai besar, berbunga dan berbiji. Hal ini disebabkan Gamal sudah secara berkala di panen daun dan batangnya, jarang yang dapat tumbuh sampai berbunga dan berpolong. Alasan lain, perbanyakan dengan setek batang lebih mudah dan lebih cepat daripada melalui biji. Tanaman yang diperbanyak dengan setek sudah dapat dipanen perdana pada usia di bawah 1 tahun. Biasanya 8-10 bulan. Sedangkan pada tanaman biji, hasil biomasa baru dapat diperoleh pada usia sekira 2 tahun.
Penanaman setek lebih baik berasal dari batang bawah tanaman yang cukup usia (diatas 2 tahun), diameter batang cukup besar (diatas 4cm) dengan panjang setek bervariasi mulai dari 40cm sampai 1.5m. Jarak tanam juga bervariasi, antara 40 -50cm sampai dengan 1.5 – 5m tergantung kebutuhan Meskipun kadang-kadang menggugurkan daunnya pada musim kering dan kondisi udara dingin, Gamal dapat dikategorikan sebagai pohon yang selalu hijau (evergreen). Dapat dipanen setiap 3 – 4 bulan sekali, dengan hasil antara 1 – 2 kg hijauan basah per tanaman. Beberapa literatur menyebutkan waktu penanaman dilakukan pada awal musim hujan. Namun kami mendapatkan sedikit masalah ketika curah hujan terlalu tinggi. Banyak setek tanaman menjadi busuk akibat curah hujan yang tinggi. Kami biasanya menanam pada tengah atau bahkan akhir musim hujan atau membuat guludan (raised bed) di sekitar lokasi penanaman apabila diperkirakan curah hujan tinggi.
5. TANAMAN TURI ( Sesbania Grandiflora )
Daun turi merupakan hijauan makanan ternak yang kaya akan kandungan protein kasar. Komposisi zat gizi daun turi terdiri atas; protein kasar 27,3%, energi kasar 4.825 kkal/kg, SDN 24,4%, lignin 2,7%, abu 7,5%, Ca 1,5% dan P 0,4%.
Salah satu kendala penggunaan daun turi sebagai pakan ternak adalah rendahnya produksi biomass dan tidak tahan terhadap pemangkasan. produksi daun turi pada musim kemarau (1,7 kg/pohon/3-4 bulan) dan musim hujan (4,1 kg/pohon/2-3 bulan). Akan tetapi, turi relatif tahan terhadap kekeringan sehingga sangat bermanfaat sebagai sumber pakan kambing pada musim kemarau. Pada musim kemarau, dimana rumput sangat sulit didapatkan, turi masih tumbuh subur dan berproduksi dengan baik. Pemetikan daun turi tidak dilakukan secara total, namun dipetik sebagian besar daunnya dan menyisakan daun pada pucuknya agar pohon turi tidak mati.
Turi seperti halnya gliricidia dapat dibudidayakan melalui biji dan ada juga jenis turi yang dapat dibudidayakan dari stek batangnya. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaannya, daun turi sebaiknya diberikan pada saat kebutuhan zat-zat makanan meningkat secara drastis, terutama pada akhir kebuntingan, awal laktasi dan Sampai pada masa pertumbuhan.
Dikutip dari :
http://kelompokternakpucakmanik.blogspot.com/2011/07/mengenal-ragam-hmt-untuk-ternak-sapi.html